Saat aku sedang berkeliling untuk mencari sebuah informasi untuk sebuah tugas kantor, aku tak sengaja lewat di sekitaran bundaran HI, ternyata disana banyak orang berkampanye untuk sebuah pantai, perkenalkan nama aku Monray panggilan Ray aku bekerja di sebuah perusaahn yang bagiannya untuk meliput sebuah berita/ acara, saat aku sedang mengambil gambar di sekitar bundaran HI.
Disitulah ada gadis yang memang cantik parasnya, pandanganku tertuju kepada gadis itu, saat itu dia sedang bergerombol dengan temannya yang berkampanye kepada sebuah partai, dia memberiku senyuman kepadaku. Gadis itu dan temannya memakai sebuah kaos pantai, yang mana bagian bawahnya dan lengannya dipotong sehingga menyerupai sedang memakai tank top, sedangkan bawahnya dipadu dengan celana panjang ekstra ketat yang berwarna putih.
"Mas, mas wartawan ya" ? katanya kepadaku.
"Iya" balas ku dengan sopan.
"Wawancarai kita dong", salah seorang temannya nyeletuk.
"Emang mau ?"
"Tentu dong. Tapi photo kita dulu"
Nah dari sinilah berawal
Mereka beraksi saat kuarahkan kameraku kepada mereka. Dengan lagak dan gaya masing-masing mereka berpose.
"Kenapa sudah ada di sini, sih ? Bukankah____(nama partai) baru besok kampanyenya?".
"Biarin Mas, daripada besok dikuasai partai lain".
Iya, demi ____ (nama partai), kami rela bergadang semalaman.
Hebat.
Mas di sini aja. Mas, Nanti pasti ada lagi yang ingin manjat tugu selamat datang. Kata gadis yang menarik perhatianku itu.
Aku pun duduk dekat mereka, berbincang tentang pemilu kali ini. Harapan mereka, tanggapan mereka, dan pendapat mereka, Mereka lumayan loyal terhadap partai mereka itu, walaupun tampak sedikit kecewa, karena pemimpin partai mereka itu kurang berani bicara. Padahal di proyeksikan untuk menjadi calon presiden. Aku maklum, karena tahu latar belakang pemimpin yang mereka maksud itu.
"Eh, nama kalian siapa ?" Tanyaku, Aku Ray.
"Saya Diana. Kata cewek manis itu" lalu temannya yang lain pun menyebut nama. Kami terus bercakap-cakap, sambil minum teh botol yang di dijual pedagang asogan.
Waktu terus berlalu. Beberapa kali aku meninggalkan mereka untuk mengejar sumber berita. Malam itu bundaran HI di datangi Kapolri yang meninjau dan menyerah melihat massa yang telah bergerombolan untuk pawai dan kampanye, karena jadwal resminya adalah pukul 06.00 - 18.00.
Saat aku kembali, gerombolan Diana masih ada di sana.
"Saya ke kantor dulu ya, memberikan kaset rekaman dan hasil photoku. Sampai ketemu" Pamitku.
"Eh, Mas, Mas Ray! Kantornya X (nama kantorku), khan. Boleh saya menumpang? "Diana berteriak kepadaku.
"Mau Kemana?"
"Rumah. Rumah saya di dekat situ juga."
"Boleh saja". Kataku, "Tapi katanya mau tetap di sini? Begadang?"
"Nggak deh. Ngantuk. Boleh ya? Gak ada yang mau ngantarin nih". balasnya.
Aku pun mengangguk. Tapi dari tempatku berdiri, aku dapat melihat di dalam mini bus itu ada sepasang remaja berciuman.
Benar benar kampanye, nih? Sama saja
kejadian waktu meliput demontrasi mahasiswa dulu. Waktu teriak, ikutan teriak. Yang pacaran, ya pacaran. (Ini cuma sekedar nyentil, lho. Bukan menghujat. Angkat topi buat gerakan mahasiswa kita! Peace!)
Diana menggandengku. Aku melambai pada rekan-rekannya.
Diana! Pulang lho! Jangan malah Teriak salah seorang temannya.
Diana cuma mengangkat tinjunya, tapi matanya kulihat mengedip.
Lalu kami pun menuju mobilku.
Dengan lincah Diana telah duduk di sampingku. Mulutnya berkicau terus, bertanya-tanya mengenai profesiku. Aku menjawabnya dengan senang hati. Terkadang pun aku bertanya padanya. Dari situ aku tahu dia sekolah di sebuah SMA di daerah Bulungan, kelas 2. Tadi ikut-ikutan teman-temannya saja. Politik? Pusing ah mikirinnya.
Usianya baru 17 tahun, tapi tidak mendaftar pemilu tahun ini. Kami terus bercakap-cakap. Dia telah semakin akrab denganku.
"Kamu sudah punya pacar, belum?" Tanyaku.
"Sudah". Nadanya jadi lain, agak-agak sendu.
"Tidak ikut tadi?"
"Nggak."
"Kenapa?"
"Lagi marahan aja."
"Wah.., gawat nih"
"Biarin aja."
"Kenapa emangnya?"
"Dia ketangkap basah selingkuh dengan temanku, tapi tidak mengaku"
"Perang, dong?"
"Aku marah! Eh dia lebih galak"
"Dibalas lagi dong. Jangan didiemin aja."
"Gimana caranya?" Tanyanya polos.
"Kamu selingkuh juga". Jawabku asal-asalan.
"Bener?"
"ya. Jangan mau dibohongin, cowok tu selalu begitu."
Lho, Mas sendiri cowoknya.
"Makanya, aku tak percaya sama cowok. Sumpah, sampai sekarang aku tak pernah pacaran sama cowok, Hahaha." Candaku.
Dia ikut tertawa.
Aku mengambil rokok dari saku depan kemejaku, menyalakannya. Diana meminta satu rokokku. Anak ini badung juga. Sambil merokok, dia tampak lebih rileks, kakinya tanpa sadar telah nemplok di dashboardku. Aku merengut, hendak marah, tapi tak jadi, pahanya yang mulus terpampang di depanku, membuat gondokku hilang.
Setelah itu aku mulai tertarik
mencuri-curi pandang. Diana tak sadar, dia memejamkan mata, menikmati asap rokok yang mengepul dan keluar melalui jendela yang terbuka. Gadis ini benar-benar cantik. Rambutnya panjang. Tubuhnya indah. Dari baju kaosnya yang pendek, dapat kulihat putih mulus perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi.
Tanpa sadar penisku bereaksi.
Aku menyalakan tape mobilku. Diana memandangku saat sebuah lagu romantis terdengar.
"Mas, setelah ini mau kemana?" Tanya Diana
"Pulang. Kemana lagi?" Jawabku
"Kita ke pantai saja yuk, Aku suntuk nih" Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.
"Ngapain ?" Tanyaku Bingung
"Lihat laut, ngedengerin ombak, ngapain aja deh. Aku males pulang jadinya. Selalu ingat Ipet, kalau aku sendirian". Jawabnya kepadaku.
"Ipet?" Tanyaku Heran
"Pacarku." Jawabnya sambil terseyum
"Oh. Tapi tadi katanya ngantuk?"
"Udah terbang bersama asap" Katanya dengan tubuhnya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya menempel di pangkal tangan kiriku. Hangat.
"Bolehlah" Kataku, setelah berpikir kalau besok aku tidak harus pagi-pagi ke kantor. Jadi setelah mengantar materi yang kudapat kepada rekanku yang akan membuat beritanya, aku dan Diana menuju arah utara. Ancol! Mana lagi pantai di Jakarta ini.
Aku parkirkan mobil Kijangku di pinggir pantai Ancol. Di sana kami terdiam,
mendengarkan ombak, begitu istilah Diana tadi. Sampai setengah jam kami
hanya berdiam. Namun kami duduk telah semakin rapat, sehingga dapat kurasakan lembutnya tubuh yang ada di sampingku.
Tiba-tiba Diana mencium pipiku.
"Terima kasih, Mas Ray" Ucapnya setelah menciumku.
"Untuk apa?" tanyaku heran
"Karena telah mau menemani Diana" balasnya
Aku hanya diam. Menatapnya. Dia
pun menatapku. Perlahan menunduk. Kunikmati kecantikan wajahnya. Tanpa sadar aku raih wajahnya, dengan sangat perlahanlahan kudekatkan wajahku ke wajahnya, aku cium bibirnya, lalu aku tarik lagi wajahku agak menjauh. Aku rasakan hatiku tergetar, bibirku pun kurasakan bergetar, begitu juga dengan bibirnya.
Aku tersenyum, dan ia pun tersenyum.
Kami berciuman kembali. Saat hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami. Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku. Aku cium kening Diana terlebih dahulu, kemudian kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, lalu bibirnya. Diana terpejam dan kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara.
Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis dan bhnya.
Sesaat kemudian kaos itu telah kubuka.
Aku arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, lalu turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah.
Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Aku mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai mengeras. Yang kiri lalu yang kanan.
"Mas Ray, kamu tau saja kelemahan saya, saya paling nggak tahan kalo dijilat susu saya, aahh"
Aku pun sudah semakin asyik mencumbu
dan menjilati puting buah dadanya, lalu ke perutnya, pusarnya, sambil tanganku membuka mini skirtnya.
Terpampanglah jelas tubuh
telanjang gadis itu. Celana dalamnya yang berwarna hitam, menerawangkan bulu-bulu halus yang ada di situ. Kuciumi daerah hitam itu.
Aku berhenti, lalu aku bertanya kepada Diana "Diana kamu udah pernah dijilatin itunya?"
"Belum, kenapa?" Tanyanya kembali.
"Mau nyoba nggak?"
Diana mengangguk perlahan.
Takut ia berubah pikiran, tanpa menunggu lebih lama lagi langsung aku buka celana dalamnya, dan mengarahkan mulutku ke kemaluan Diana yang bulunya lebat, kelentitnya yang memerah dan baunya yang khas. Aku keluarkan ujung lidahku yang lancip lalu kujilat dengan lembut klitorisnyana.
Beberapa detik kemudian kudengar desahan panjang dari Diana
sstt Aahh!!!
Aku terus beroperasi di situ
"aahh, Mas Ray, gila nikmat bener" katanya sambil mendesah.
"Gila, saya baru ngerasain nih nikmat yang kayak gini, aahh, saya nggak tahan nih, udah deh"
Lalu dengan tiba-tiba ia menarik
kepalaku dan dengan tersenyum ia memandangku. Tanpa kuduga ia mendorongku untuk bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, lalu membuka zipper jins hitamku. Tangannya menggapai kemaluanku yang sudah menegang dan membesar dari tadi. Lalu ia memasukkan batang kemaluanku yang besar dan melengkung kedalam mulutnya.
aahh Lenguhku
Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Namun karena dia mungkin belum biasa, giginya beberapa kali menyakiti penisku.
Aduh Diana, jangan kena gigi dong, Sakit.
Kuperhatikan wajahnya, lidahnya sibuk
menjilati kepala kemaluanku yang keras, ia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, lalu dengan perlahan ia tekan kepalanya ke arahku berusaha memasukkan kemaluanku semaksimal mungkin ke dalam mulutnya. Namun hanya seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang berhasil terbenam dalam mulutnya.
Ohk!.., aduh Mas Ray, cuma bisa masuk seperempat
Ya udah Diana, udah deh jangan dipaksaain, nanti kamu tersedak.
Kutarik tubuhnya, dan kurebahkan
ia di seat Kijangku. Lalu ia membuka pahanya agak lebar, terlihat
samar-samar olehku kemaluannya sudah mulai lembab dan agak basah. Lalu kupegang batang kemaluanku, aku arahkan ke lubang kemaluannya. Aku rasakan kepala kemaluanku mulai masuk perlahan, kutekan lagi agak perlahan, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus lubang kemaluannya.
Kudorong lagi perlahan,
kuperhatikan wajah Diana dengan matanya yang tertutup rapat, ia menggigit bibirnya sendiri, kemudian berdesah.
sstt, aahh, Mas Ray, pelan-pelan ya masukinnya, udah kerasa agak perih nih
Dan dengan perlahan tapi pasti kudesak
terus batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Diana, aku berupaya untuk dengan sangat hati-hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke lubang vaginanya. Aku sudah tidak sabar, pada suatu saat aku kelepasan, aku dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Aku lihat ke arah batang kemaluanku dan kemaluan Diana, tampak olehku batang kemaluanku baru setengah terbenam kedalam kemaluannya. Diana tersentak kaget.
Aduh Mas Ray, suara apaan tuh?
Nggak apaapa, sakit nggak?
Sedikit
Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok
Dan kurasakan lubang kemaluan Diana
sudah mulai basah dan agak hangat. Ini menandakan bahwa lendir dalam kemaluan Diana sudah mulai keluar, dan siap untuk penetrasi. Akhirnya aku desakkan batang kemaluanku dengan cepat dan tiba-tiba agar Diana tidak sempat merasakan sakit, dan ternyata usahaku berhasil, kulihat wajah Diana seperti orang yang sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya setengah terpejam, dan sebentar-sebentar kulihat mulutnya terbuka dan mengeluarkan suara. sshh, sshh
Lidahnya terkadang keluar sedikit
membasahi bibirnya yang sensual. Aku pun merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku ada yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, ternyata sudah masuk tiga perempat kedalam lubang kemaluan Diana.
Aku coba untuk menekan lebih jauh
lagi, ternyata sudah mentok, kesimpulannya, batang kemaluanku hanya dapat masuk tiga perempat lebih sedikit ke dalam lubang kemaluan Diana. Dan Diana pun merasakannya.
Aduh Mas Ray, udah mentok, jangan
dipaksain teken lagi, perut saya udah kerasa agak negg nih, tapi nikmat., aduh, barangmu gede banget sih Mas Ray
Aku
mulai memundur-majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, lalu ke kanan, memutar, lalu kembali ke depan ke belakang, ke atas lalu ke bawah. Kurasakan betapa nikmat rasanya kemaluan Diana, ternyata lubang kemaluan Diana masih sempit, walaupun bukan lagi seorang perawan.
Ini mungkin karena ukuran batang kemaluanku yang menurut Diana besar, panjang dan kekar. Lama kelamaan goyanganku sudah mulai teratur, perlahan tapi pasti, dan Diana pun sudah dapat mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, berlawanan arah, bila kugoyang ke kiri, Diana goyang ke kanan, bila kutekan pantatku Diana pun menekan pantatnya.
Semua aku lakukan dengan sedikit hati-hati, karena aku sadar betapa besar batang kemaluanku untuk Diana, aku tidak mau membuatnya menderita kesakitan. Dan usahaku ini berjalan dengan mulus. Sesekali kurasakan jari jemari Diana merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.
Tubuh kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, namun kami tidak peduli, kami sedang merasakan nikmat yang tiada tara pada saat itu. Aku terus menggoyang pantatku ke depan ke belakang, keatas kebawah dengan teratur sampai pada suatu saat.
Aahh Mas Ray, agak cepet lagi sedikit goyangnya, saya kayaknya udah mau keluar nih
Diana mengangkat kakinya tinggi,
melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat dan beberapa menit kemudian semakin erat, semakin erat, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, lalu terdengar jeritan dan lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.
"Mas Ray, aahh, mmhhaahh"
Aahh Dia kelojotan. Kurasakan lubang kemaluannya hangat, menegang dan mengejut-ngejut menjepit batang kemaluanku.
"aahh, gila, Ini nikmat sekali" Teriakku.
Baru kurasakan sekali ini lubang
kemaluan bisa seperti ini. Tak lama kemudian aku tak tahan lagi,
kugoyang pantatku lebih cepat lagi keatas kebawah dan, Tubuhku mengejang.
"Mas Ray, cabut, keluarin di luar"
Dengan cepat kucabut batang kemaluanku lalu sedetik kemudian kurasakan kenikmatan luar biasa, aku menjerit tertahan.
"aahh, ahh" Aku mengerang.
Ngghh, ngghh..
Aku pegang batang kemaluanku sebelah
tangan dan kemudian kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang dan banyak sekali keluar dari batang kemaluanku.
Chrootth, chrootthh, crothh,
craatthh, sebagian menyemprot wajah Diana, sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke perut dan pusarnya.
Kami terkulai lemas berdua, sambil berpelukan.
Mas Ray, selamat menikmati pokoknya sama kamu, rasanya beda sama kalo saya gituan sama Ipet. Enakan sama kamu. Kalau sama Ipet, saya tidak pernah orgasme, tapi baru sekali disetubuh kamu, saya bisa sampai, barang kali karena barang kamu yang gede banget ya? Katanya sambil membelai batangku yang masih tegang, namun tidak sekeras tadi.
Saya nggak bakal lupa deh sama malam ini, "saya akan inget terus malem ini, jadi kenangan manis saya"
Aku hanya tersenyum dengan lelah dan berkata "lya Diana, saya juga, saya nggak bakal lupa."
Kami pun setelah itu menuju kostku, kembali memadu cinta. Setelah pagi, baru aku mengantarnya pulang. Dan berjanji untuk bertemu lagi lain waktu.
0 komentar:
Posting Komentar